google-site-verification=hJokqzdTiytq-gAnW72GWEd--72bbT0UnJzlAwpgG_g Linguistik

Selasa, 17 Januari 2023

Ujaran Kebencian


Berbicara tentang ujaran kebencian sepertinya setiap orang memiliki definisinya masing-masing ya. Dapat kita lihat diberbagai kolom komentar di media sosial. Eiits, sebelum jauh kesana apakah kita sudah paham inti dari setiap kata dan frasa yang terdapat dalam ujaran kebencian. Ujaran kebencian, terdiri dari dua kata , yaitu ujaran, dan Kebencian. Mari kita ulas dan kupas masing-masing kata berdasarkan definisi menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi ke-5.

Ujaran memiliki makna, yaitu kalimat atau bagian kalimat yang dilisankan.

Ujar adalah kata dasar dari kata ujaran yang bermakna perkataan yang diucapkan.

Jadi, ujaran adalah perkataan yang diucapkan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan untuk menyampaikan suatu informasi.

Kebencian memiliki makna, yaitu sifat-sifat benci; perasaan benci.

Kebencian berkata dasar benci yang berarti Sangat tidak suka.

Dengan demikian, kebencian adalah sifat dari seseorang yang  tidak suka atau tidak tertarik terhadap suatu hal yang terjadi karena  tidak sesuai dengan inginnya.

Ujaran kebencian, yaitu ujaran yang menyerukan kebencian terhadap orang atau kelompok tertentu.

Menurut tata bahasa Indonesia, suatu ujaran baru bisa dikatan mengandung kebencian apabila sekurang-kurangnya memenuhi unsur-unsur tata bahasa Indonesia sebagai berikut: Subjek (orangnya) + Predikat (kata sifat/aktifitas) + Objek (sasaran).

Contoh: Flaminggo adalah pemimpin yang buruk.

              Kamu bego!

Apabila suatu ujaran hanya mengandung satu dari tiga unsur-unsur tata bahasa, maka tidak bisa disebut sebagai ujaran kebencian karena tidak jelas ujaran tersebut ditujukan kepada siapa.

Contoh: Goblok! (teriak menghadap tembok)

              Dasar koruptor!

Kata di atas adalah predikat, sehingga secara tata bahasa Indonesia tidak dapat dianggap sebagai suatu ujaran kebencian karena tidak jelas maksudnya apa dan tujuannya kepada siapa (objek). Lantas, bagaimana cara membedakan ujaran kebencian dengan ujaran biasa. Cara yang paling mudah adalah mengetahui struktur bahasa dalam tata bahasa Indonesia, memahami makna dari kata yang digunakan, dan memahami konteks yang berlangsung bersamaan dengan ujaran yang diungkapkan.

Ujaran kebencian atau hate speech bisa berarti tindakan komunikasi yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan maksud dan tujuan untuk memprovokasi, menghasut, ataupun menghina kepada seseorang atau kelompok yang bersebrangan. Ujaran kebencian biasanya menyangkut politik, ras, warna kulit, gender,disabilitas, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama dan lain-lain.

Ujaran kebencian dapat berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, menghasut, menyebarkan berita bohong atau hoaks. Pidana terhadap ujaran kebencian dilakukan karena tindakan itu bisa berdampak pada tindak kriminalitas, diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial.

Upaya memberangus ujaran kebencian ini menjadi tantangan berat di negara demokrasi. Sebab kebebasan dalam berpendapat merupakan hak konstitusional warga negara yang diatur dalam pasal 28 E ayat 3 UUD 1945. Semua orang berhak mengemukakan ide, gagasan, dan pendapatnya karena dilindungi oleh undang-undang tapi sekali lagi bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragam tetaplah bijak dalam memilih kata yang digunakan agar tidak ada salah satu pihak merasa tersinggung atau merasa dirugikan.

Rabu, 11 Januari 2023

Tulisan Singkat

    Pernahkah kita membaca sebuah tulisan yang disingkat dalam media masa, surat, maupun lembar jawaban ketika ujian sekolah. Sebetulnya, boleh gak sih menyingkat kata dalam menulis? Menyingkat kata atau frasa memang boleh-boleh saja tapi semua itu ada peraturannya atau tata bahasa guna memberikan pemahaman yang baik dari penulis kepada pembaca sehingga mendapat respon yang tepat. Komunikasi tulis memang berbeda dengan komunikasi lisan. Perbedaan komunikasi tulis dan lisan terletak pada penggunaan susunan kalimat, diksi, dan tanda baca. Dalam komunikasi lisan intonasi sangat berpengaruh dalam menghasilkan makna.

Komunikasi tulis: Apa kamu lapar?
Komunikasi lisan: Lapâr           

 



    Belakangan ini berseliweran sebuah tulisan dengan singkatan yang tidak tepat. Dampak dari intensitas yang tinggi dalam menulis pesan singkat via WhatsApp Messangger maupun pesan singkat lainnya. Kebiasaan dalam menyingkat kata atau frasa ternyata dapat memengaruhi seseorang untuk melakukan hal yang sama diluar penulisan pesan singkat. Ada kebiasaan yang telah terjadi sejak lama, yaitu penyingkatan dalam penulisan yang tidak sesuai dengan suasana dan tempat.

    Kesalahan dalam penulisan yang dibiarkan begitu saja seolah menjadi suatu hal yang wajar. Salah kaprah dalam menulis singkatan tersebut jika didiamkan bisa menjadi suatu kerancuan bahkan keambiguan yang sangat mungkin dapat menyesatkan pembaca. Penulisan singkatan yang tidak tepat dapat terjadi jika seseorang sering berkirim pesan lewat aplikasi pesan singkat dan tidak mampu membedakan menulis untuk berkomunikasi lewat aplikasi pesan singkat yang nonformal dengan menulis untuk suasana formal. Biasanya untuk mempersingkat waktu atau mempercepat membalas pesan seseorang melakukan beberapa kata yang memungkinkan untuk disingkat.

Sebagai contoh beberapa kata yang umum untuk disingkat dalam pesan singkat:

Di sini              >                      sini/sni
Ini                    >                      ni
Yang               >                      yg
Kamu              >                      km
Saya                >                      sy
Dan                 >                      n
Makan             >                      mkn
On the Way     >                      otw
Kelas Online   >                      kelon

Coba kita bayangkan apabila singkatan kata di atas kita temukan dalam berbagai surat, koran, majalah.

    Baik berkirim surat melalui pos atau aplikasi, sebaiknya dapat membedakan kapan saatnya untuk menulis singkatan dan tanpa singkatan. Ada baiknya jika hendak membuat surat (undangan, memo, pemberitahuan, dsb.) gunakanlah kata tanpa singkatan, kalau pun ingin menggunakan singkatan kata gunakanlah yang sudah menjadi kesepakatan umum.

Contoh singkatan kata yang sudah menjadi kesepakatan umum:

Yang terhormat                        >                      yth
Dan lain-lain                            >                      dll
Dalam jaringan                        >                      daring
Luar jaringan                           >                      luring
Kartu tanda penduduk             >                      ktp


Senin, 19 Desember 2022

Berbahasa yang Satu Bahasa Indonesia

 

Halo! halo teman-teman pada kesempatan kali ini kita telusuri yuk asal mulanya bahasa kita. Yup, benar sekali bahasa kita adalah bahasa Indonesia. Pernah gak sih kita membayangkan seandainya tidak ada bahasa Indonesia. Wah! Pasti sulit sekali ya bagi aku, kamu atau kita dan mereka umtuk saling berkomunikasi atau pun sekadar bercerita. Negara kita Indonesia selain memiliki wilayah yang luas, bahasa masyarakatnya pun beraneka ragam.

Orang yang berada di bagian paling barat Indonesia tidak akan sama bahasanya dengan orang yang tinggal di wilayah paling timur Indonesia. Lebih uniknya lagi Daerah Indonesia dari bagian Barat menuju ke Timur itu bahasa daerahnya akan semakin banyak. Untuk wilayah Indonesia Timur saja berbeda distrik atau setara kelurahan maka berbeda pula bahasa yang digunakan.

Kalau begitu, beruntung sekali ya kita sebagai generasi penerus berkat para pelopor yang sudah  mencetuskan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu sekaligus bahasa nasional Negara Indonesia. Dengan demikian, sudah tidak ada lagi jarak atau hambatan bagi kita untuk saling bercerita dan berinteraksi tanpa harus mempelajari bahasa semua daerah. Cukup satu bahasa untuk satu bangsa, yaitu bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional atau bahasa resmi Republik Indonesia. Sebaran pulau-pulau di wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke dari Miangas hingga Pulau Rote yang dihuni oleh beragam kelompok suku dengan bahasa daerahnya masing-masing. Melalui peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, Bahasa Indonesia kemudian dijadikan sebagai bahasa persatuan. Lalu, bagaimana sejarah Bahasa Indonesia dan kenapa  bahasa Indonesia dipilih sebagai bahasa pemersatu?

Dikutip dari laman Kemdikbud, Bahasa Indonesia lahir jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni pada 28 Oktober 1928.

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. 

Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.

Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).

Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.

Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.

Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.

Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak semakin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.

Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.

Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).

Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Nah, itulah sejarah singkat perjalanan bahasa Indonesia yang kini dikukuhkan sebagai bahasa nasional yang menyatukan seluruh bangsa Indonesia. Yuk, bersama-sama kita mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya nusantara, serta tidak lupa untuk belajar menguasai bahasa asing.